Senin, 02 Mei 2011

Merintis Dayah Krueng Kalee

        Setelah Belanda berhasil menduduki kota-kota dan sebagian besar tanah Aceh, sekalipun peperangan masih berkecamuk dan Aceh tidak pernah mau menyerahkan kedaulatannya kepada Belanda,[1] sebagian ulama ditugaskan agar melapor kepada pemimpin pentadbiran tentara Belanda untuk membangun pusat pendidikan (dayah) kembali, sementara sebagian yang lain terus memeimpin perang gerilya.

        Dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan baru dari pucuk pimpinan perang gerilya Aceh yang telah dipegang oleh ulama Tiro, dimana sebagian ulama tetap memimpin peperangan di hutan-hutan dan di daerah-daerah pedalaman yang luas, sementara sebagian ulama yang lain ditugaskan untuk melanjutkan peperangan dengan bentuk baru, yaitu membangun dayah-dayah kembali, maka semenjak tahun 1904 mulailah dibangun kembali dayah-dayah yang telah porak-poranda akibat peperngan, diantaranya Dayah Krueng Kalee.
        Demikianlah, dalam tahun 1916 Tgk Haji Hasan yang telah menjadi ulama setelah kembali dari Makkah mengambil alih pimpinan Dayah Krueng Kalee yang hampir-hampir tidak terurus lagi.
        Dengan semangat baru yang dibawa dari Makkah dan dengan dorongan keras usia yang baru 30 tahun, Tgk Haji Hasan Krueng Kalee mencoba membangun kembali dayah Krueng Kalee dalam arti yang sungguh-sungguh, sehingga dalam waktu yang singkat dayah Krueng Kalee telah menjadi sebuah pusat pendidikkan Islam yang besar di Aceh, dan termasuk dalam deretan nama beberapa dayah manyang (pesantren luhur), seperti: Dayah Tanoh Abee, Dayah Lambirah, Dayah Rumpet, Dayah Jeureula, Dayah Indrapuri, Dayah Pante Geulima, Dayah Tiro, Dan Dayah Samalanga.
        Sebagai dayah manyang, dibawah pimpinan Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, yang sekarang lebih terkenal dengan lakab: Teungku Chik Krueng Kalee, maka dayah Krueng Kalee telah menghasilakan sejumlah ulama yang telah kembali ke kampungnya masing-masing terus mendirikan dayah-dayah tingkat rendah dan menengah.. Sebagai seorang ulama yang memimpin pusat pendidikan Islam, Tgk Haji Hasan Krueng Kalee menganut aliran Ahlu Sunnah dan sebagai orang taSAWwuf beliau menganut tareqat Haddadiyah, yaitu tareqat yang berpangkal kepada Said Abdullah Alhadad.
        Pada tanggal 1 dan 2 Oktober 1932 (30 Jumadil awal-1 Jumadi akhir 1351 H.), Tgk Haji Hasan Krueng Kalee ikut dalam Musyawarah Pendidikan Islam yang diadakan di Lubuk Banda Aceh. Pertemuan ini membicarakan masalah pembaharuan dan perbaikan sistem pedidikan Islam.
        Diantara para ulama yang menjadi peserta musyawarah tersebut adalah: Teungku Haji Hasballah Indrapuri, Teungku Haji Abdul Wahab Seulimum, Teungku Muhammad Daud Beureueh, Teungku Muhammad Hasby Ash-shiddiqy, Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, Teungku Haji Abdullah Ujong Rimba, Teungku Haji Hasballah Pase, Teungku Jalaluddin Amin Sungai Limpah, Teungku Haji Abdullah Lam U, Teungku Zakaria Teupin Raya, Teungku Usman Gigieng, Teungku Muhammad Amin Jumphoh, Teungku Haji Umar Meureudu, Teungku Haji Muhammad Alue, Teungku Muhammad Saleh Iboih, dan Teungku Haji Trienggadeng.
        Diantara keputusan-keputusan yang diambil ‘Musyawarah Pendidikan Islam’ tersebut, yaitu:
1.      Tiada sekali-kali terlarang dalam agama Islam, kita mempelajari ilmu keduniaan yang tida berlawanan dengan syariat, malah wajib dan tidak layak ditinggalkan untuk mempelajarinya.
2.      Memasukkan pelajaran-pelajaran umum itu ke sekolah-sekolah agama memang menjadi hajat sekolah-sekolah itu.
3.      Orang perempuan berguru kepada orang laki-laki itu tidak ada halangan dan tidak tercegah pada syarak.[2]
Timbul pertanyaan: mengapa beliau tidak juga atau belum bersedia memasukkan perubahan sistem pendidikan ke dalam dayah Krueng Kalee yang dipimpinnya? Bahkan sampai saat beliau meninggal dunia! Mungkin ada sesuatu perimbangan yang menurut beliau belum waktunya. Wallahu A’lam!



                [1] Prof. A. Hasjmy, Peranan Islam dalam perang Aceh dan perjuangan kemerdekaan Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hal. 43-50.
                [2] Risalah Verslag Pertemoean Oelama-oelama (Banda Aceh: Jami’ah AI slahiah Sungai Limpah, 1937), hal. 10-12.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Redesign by : Sbafcom Corporatian