Senin, 02 Mei 2011

Latar Belakang Keluarga


        Tgk.H.Hasan Krueng Kalee adalah anak yang pertama dari seorang ulama besar di Aceh, bernama Tgk.H.Muhammad Hanafiah (Tgk.Chik Krueng Kalee 1) dan lebih dikenal dengan sebutan Tgk.Haji Muda. seorang ulama besar yang memimpin Dayah Krueng Kalee yang  terletak di Kabupaten Aceh  Besar. Teungku Muhammad Hanafiah yang  kemudian menjadi Haji lebih terkenal dengan  laqab Teungku Haji Muda, sahabat karib dari pahlawan nasional Teungku Syekh Muhammad Saman Tiro (Teungku Cik Di Tiro).

        Ayahnya bernama Teungku Muhammad Hanafiah, Ayah dari Teungku Syaikh Muhammad Hanafiah juga seorang ulama besar yang  bernama Teungku Syeh Abbas, putra dari seorang ulama besar pula yang  bernama Teungku Syeh Muhammad Fadlil. Menurut catatan sebuah dokumen kepunyaan keluarga ulama Krueng Kalee bahwa ayah dari Teungku Syeh Muhammad Fadlil juga seorang ulama besar; demikian pula ayahnya lagi hatta tujuh turunan dari atas sampai kepada Hasan yang  lahir pada tanggal 13 Rajab 1303 H.
        Para ulama besar tujuh keturunan ini adalah yang  memimpin dan membangun dayah Krueng Kalee, sebuah lembaga perguruan Islam yang  cukup terkenal di Aceh, bahkan di seluruh Sumatra. Setelah keratin Darut Dunia hancur menjadi puing[1] dan ibukota Negara, Banda Aceh Darussalam, telah diduduki tentara Belanda serta pusat pemerintah Kerajaan Aceh telah dipindahkan ke pedalaman ,yitu ke Keumala Dalam di Kabupaten Pidie, maka Teungku Haji Muhammad Hanafiah sebagai salah seorang mujahid ikut pindah bersama kelurganya ke Kabupaten Pidie dengan tempat pemukiman di Kampung  Menasah Ketembu, dan disanalah lahir putranya yang pertama: Hasan.
Nama beliau jika ditulis secara lengkap adalah Tgk Haji Muhammad Hasan Krueng Kalee bin Tgk Haji Syekh Muhammad Hanafiah, bin Tgk Haji Abbas, bin Tgk Haji Syekh Muhammad Fadhil, bin Tgk Haji Syekh Abdurrahman, bin Faisal yang berasal dari bin Ramah, bin Al-La’badah, bin As-Sab’ah, adalah salah satu suku Arab yang berpindah-pindah di tengah-tengah negeri Arab Saudi antara Syam dan Yordania, yang dikenal dengan Tgk Syiah Tujuh.
Sedangkan ibunya bernama Nyak Ti Hafsah binti Syekh Ismail. Tgk syek Ismail ini lebih dikenal dengan nama Tgk Chik Krueng Kalee II, yaitu anak dari Abdul Manik keturunan Arab yang datang melalui Pasee. Sebelum beliau berada di Pasee, lahirlah seorang putranya yang diberi nama dengan Ismail. Sebagai seorang da’i, beliau telah berjasa mengembangkan dakwah Islamiyah dari satu daerah ke daerah lain sehingga perjalanan beliau sampailah ke daerah Krueng Kalee.
Ketika sampai di Krueng Kalee, beliau menetap di daerah tersebut sehingga memperoleh keturunan. Diantara keturunan beliau tersebut adalah; Hafsah(Istri Tgk Muhammad Hanafiah), kemudian putranya Tgk Haji Hanafiah yang bernama Muhammad Hasan (Tgk.H.Hasan Krueng Kalee) menikah dengan seorang putri dari panglima Husen yang bernama Safiah. Menurut Muhammad Said dalam bukunya ’Atjeh Sepanjang Abad’, Tgk Syiah ini adalah nama seorang bangsa Arab yang datang ke Aceh, lebih kurang tahun 1564-1568 M. Beliau adalah salah seorang anggota utusan dari 40 orang yang dikirim oleh Sultan Turki ke Aceh, bersama 200 meriam tembaga.[2]
Rombongan tersebut dikirim ke Aceh dalam rangka membantu Kerajaan Aceh yang dalam keadaan resah dan gelisah seirng datangnya para penajajah yang mencoba menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam. Dan juga sebagai akibat perang yang timbul di Aceh karena serang Portugis. Di antara utusan-utusan yang dikirim itu ada yang menjadi penasehat dalam bidang Agama, militer, dan bidang pemerintahan umum lainnya.
        Jadi putra Hasan lahir di tanah pengungsian, ditengah-tengah berkecamuknya perang kemerdekaan, perang sabil sehingga sudah selayaknya kalau Hasan kemudian menjadi seorang ulama yang  sangat anti penjajahan. Demikianlah, Hasan dididk dan dibesarkan oleh gemerincingnya mata pedang serta letusan-letusan bedil dan meriam, sehingga dia menjadi muda remaja.


[1] Keraton Darut Dunia yang  dibangun pada tahun 691 H. (1292) dapat diduduki oleh tentara Belanda dibawah pimpinan Jendral Agresor Van Swieten pada tanggal 24 Januari 1874 (5 Zulhijjah 1290 H.), setelah seluruh bangunannya menajdi puing.
[2]  Muhammad Said, Atjeh Sepanjang Abad, Jilid I, 1961, hal. 111.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Redesign by : Sbafcom Corporatian