Senin, 02 Mei 2011

Pendirian Dayah Kreung Kalee

        Dayah Krueng Kalee, merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang telah banyak menciptakan kader-kader dakwah, pendidik, ulama dan pemimpin umat, seperti yang telah kami kemukakan dalam uraian yang lalu, bahwa dayah tersebut, disamping aktif menggerakkan pendidikan Islam dikalangan masyarakat, juga aktif melakukan pembinaan kader ulama dan pemimpin masyarakat.
        Sebagai lembaga pendidikan, dayah Krueng Kalee ini, sebenarnya lebih banyak berperan dibandingkan dengan lembaga pendidikan formal seperti sekolah yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada waktu itu. Sekolah pada waktu itu tidak sanggup mengemban tugas, menampung semua lapisan masyarakat, karena ketentuan yang digariskan penjajah Belanda yang membatasi kesempatan bersekolah bagi masyarakat luas, atas dasar kepentingan penjajah. Dengan demikian dayah sebagai pendidikan Islam yang terdapat di pedesaan, terutama dalam mempelajari ilmu-ilmu yang menyangkut dengan masalah agama Islam.
        Tahun 1904 dapat dianggap sebagai kebangkitan kembali dayah-dayah tradisional yang sebelumnya telah hancur pada saat peperangan fisik melawan Belanda. Di antara dayah yang dibangun tersebut adalah Dayah Kruengkalee. Sekembali Tgk.H.M.Hasan Kruengkalee dari Mekkah pada tahun 1916 beliau mengambil alih pimpinan Dayah Kruengkalee yang sejak peperangan dengan Belanda tidak terurus lagi.
        Dengan semangat baru yang dihasilkan dari pendidikan selama bertahun-tahun di Mekkah dan didorong oleh jiwa mudanya Tgk.H.M.Hasan Kruengkalee membangun kembali Dayah Kruengkalee dengan arti yang sesungguhnya. Dalam waktu singkat, Dayah Kruengkalee telah menjadi pusat pendidikan agama Islam yang besar di Aceh sejajar seperti nama-nama seperti; Dayah Tanoh Abee, Dayah Lambirah, Dayah Rumpet, Dayah Jeureula, Dayah Indrapuri, Dayah Pante Geulima, Dayah Tiro dan Dayah Samalanga.[1]
        Menurut keterangan hasil dari wawancara tim penulis dengan murid-murid beliau yang masih hidup, Tgk.H.M.Hasan Kruengkalee adalah seorang ulama tasSAWuf yang menganut aliran tarekat Haddadiyah, yaitu tarekat yang berpangkal dari Said Abdullah Al-Haddad. Aliran ini termasuk paham yang keras dan sangat sulit untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan sistem pendidikan.
        Proses pendirian dayah Krueng Kalee dimulai dari mendirikan pondok-pondok dari batang bambu, batang kelapa dan atap rumbia dengan tidak pernah hilang tujuan. Sebagai seorang ulama yang mewarisi para nabi dengan keyakinan yang kokoh itulah sebabnya beliau mendirikan dayah yang diberi nama Dayah Luhur Krueng Kalee.[2]
        Pembangunan dayah tersebut dibantu oleh tokoh-tokoh masyarakat setempat yang tergugah kekhawatiran akan suramnya masa depan agama Islam. Mereka melihat realitas dalam masyarakat sekitarnya, dimana masyarakat pada waktu itu sebagian besar telah menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya.
        Dari keterngan diatas jelas bahwa proses pendiriannya dimulai dari fasilitas yang sangat minimdan sederhana, partisipasi tokoh-tokoh masyarakat sangat tinggi karena mereka mendambakan agar agama Islam menjadi petunjuk dalam mengarungi kehidupan bagi generasi yang akan datang.
        Waktu itu, masalah dana tidakalah terlalu sulit untuk dipikirkan karena sumber pembiayaannya dapat diperoleh dari berbagai jalur seperti;
1.         Sumbangan dari orang tua santri.
2.         Sumbangan masyarakat yang berbentuk sedekah-sedekah.
3.         Harta agama, dalam hal ini zakat.
4.         Sumbangan dermawan diluar daerah Krueng Kalee.
5.         Bantuan pribadi dari pemimpin/Teungku.
        Dari biaya untuk mendirikan pesentren diperoleh secara suka rela dari berbagai kalangan, bahkan sumbangan itu datang secara spontan tanpa permintaan dari pihak dayah itu sendiri.hal ini membuktikan bagaimana besar keinginan masyarakat terhadap adanya sebuah lembaga pendidikan agama di daerah tersebut pada masa dahulu.     Kedudukan dayah luhur Krueng Kalee sebagai pusat pendidikan agama Islam, pembina kader pembangunan, mental spiritual adalah sangat penting. Dayah telah banyak berjasa mendidik dan mencetak kader-kader yang tangguh seperti di masa dahulu, juga kader-kader pembangunan masyarakat desa.
        Adapun tujuan Tgk Haji Hasan Krueng Kalee memimpin dayah adalah tidak lain hanya mencari keridhaan Allah semata-mata dan pengabdian diri kepada ilahi. Beliau tidak pernah minta upah kepada siapapun, dan membawa umat manusia kepada kebenaran, untuk sama-sama menjalankan syariat Islam juga untuk member pengajian kepada masyarakat yang ingin menambah ilmu pengetahuan baik dibidang Islam maupun dibidang lain.
        Santri-santri pada dayah tersebut bukan hanya putra daerah sekitar juga berada di luar daerah, seperti dari Sumatra, Riau, Jambi dan Minangkabau, mereka itu ditempatkan dalam satu asrama dengan tata tertib tertentu, untuk kepentingan belajar baik malam maupun siang.
        Dengan demikian tujuan Tgk Haji Hasan Krueng Kalee mendirikan dayah untuk mengabdi kepada Allah dan mencari keridhaanNya. Disamping itu juga membina masyarakat untuk cinta kepada kebenaran, serta mencetak kader-kader pemimpin bangsa dan masyarakat. Disamping itu beliau menyediakan waktu untuk masyarakat, baik untuk kaum laki-laki maupun wanita yang beliau sediakan pada hari-hari tertentu. Disini faktor kepemimpinan, ternyata memegang peranan. Kemajuan suatu dayah sangat tergantung kepada ulama yang memimpin dayah itu, bukan kepada nama dayah itu sendiri, oleh karena itu kita mengetahui mengapa seorang santri itu pergi belajar ked ayah yang jauh, sedangkan di dekatnya ada dayah pula. Hal ini menunjukkan adanya kebebasan untuk memilih guru dan ilmu yang dipilih seseorang.[3]
        Berdasarkan kutipan diatas jelas bahwa kemajuan suatu dayah sangat tergantung pada pemimpin itu sendiri. Adapun tujuan utama didirikan dayah tersebut adalah untuk meningkatkan pendidikan ini dikalangan masyarakat. Hal ini seperti yang telah dikemukakan oleh Prof. A. Hasjmy dalam tulisannya: peranan agama Islam dalam perang Aceh dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau mengatakan bahwa “pendidikan islam telah mengambil tempat dalam pembangunan bangsa yang dimulai dengan berdirinya pusat pendidikan dayah Cot Kala, yang kemudian berkembang di seluruh Aceh”.[4]       
        Menurut sumber diatas tidak dapat diragukan lagi bahwa kader-kader Islam yang tampil dimasa lalu, ditempa melalui dayah yang berkembang di seluruh Aceh. Selanjutnya menurut informasi yang diperoleh bahwa dayah luhur Krueng Kalee juga telah mendidik masyarakat dalam bidang pendidikan agama Islam dan untuk mencetak kader-kader ulama dan dai.  
        Dapat dipahami bahwa dengan tampilnya dayah luhur Krueng Kalee ditengah-tengah masyarakat telah dapat membawa hikmah keagmaan yang sangat besar bagi masyarakat Aceh, bahkan ke daerah-daerah lain, tidak sedikit dari mereka menjadi pemimpin formal dan informal di daerahnya seperti menjadi keuchik, imam masjid, imam menasah, guru pengajian, penceramah dan paling tidak mereka menjadi tuha peut, pokoknya mereka turut mendarmabaktikan ilmunya untuk kemajuan masyarakat.
        Dayah Krueng Kalee memiliki ciri khas yaitu lebih menitikberatkan kepada pengetahuan Islam, ciri khas lain, disiplin dan tempaan keras mengenai menuntut ilmu sebagai ibadah.karena kedudukan oarng yang berilmu didalam agama Islam jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan
        Rasulullah SAW pernah menjelaskan dalam sabdanya yang berbunyi: “seseorang yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, Allah akan memudahkan jalan untuknya menuju Syurga. Dan sesungguhnya para malaikat akan membentang sayapnya, karena senang bagi penuntut ilmu dan orang yang berilmu akan diminta ampun oleh segala apa yang ada di langit dan di bumi, termasuk ikan di laut, kelebihan oarng yang berilmu atas oaring yang beribadah sama seperti kelebihan bulan purnama atas bintang-bintang lainnya.[5]
        Ajaran inilah yang menjadi anutan bagi Tgk Haji Hasan Krueng Kalee, sehingga ia yang berbeda dari pendidikan umum lainnya. Sedangkan materi yang beliau ajarkan didayah tersebut meliputi antara lain: Al-Qur’an Al- Karim, ilmu Tauhid, Hadis, Tafsir ilmu Ma’any, ilmu Bayan, ilmu Badi’, ilmu Falaq, Nahu, Sharaf dan Sejarah Islam.



                [1] Shabri A, dkk, Biografi Ulama-Ulama Aceh Abad XX, (Banda Aceh: Dinas Pendidikan Prop.NAD, 2007), hal. 63.
                [2] Hasil wawancara dengan Tgk Haji Ghazali Hasan Krueng Kalee.
                                [3] Ibrahim Husen, persepsi Kalangan Dayah Terhadap Pendidikan Tinggi di Aceh, Sinar Darussalam, No. 146, Maret/April 1985, hal. 115.
                                [4] Prof. A. Hasjmy, peranan agama Islam dalam Perang Aceh dan Perjuanagan Kemerdekaan Indonesia, Sinar Darussalam, No. 63, Mei/Juli 1980, hal. 25.
                [5] Al-imam Hafid Abu Daud Sulaiman, sunan abi daud, Juz. II, Cet. I. Syirkah Maktabah wa mathba’ah Isa- baby Al- Halaby, Mesir, 1952, hal. 285.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Redesign by : Sbafcom Corporatian