Bukti
kebenaran aqidah asy'ariyah sebagai ahlussunnah wal jama'ah
Asy’ariyyah
adalah terbukti secara kuat sebagai Ahlussunnah Wal Jamaah. Banyak sekali
bukti-bukti tekstual, baik dari al-Qur’an maupun dari hadits, memberikan
isyarat akan kebenaran akidah Asy’ariyyah sebagai akidah Ahlussunnah Wal
Jama’ah. Oleh karena sangat banyak, maka kita tidak hendak mengutip semuanya,
namun paling tidak beberapa yang akan kita sebutkan di bawah ini adalah sebagai
kabar gembira bagi orang-orang yang memegang teguh akidah Asy’ariyyah bahwa
mereka berada di dalam kebenaran.
Dalam
al-Qur’an Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ
فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ
لَوْمَةَ لَائِمٍ (المائدة: 54)
“Wahai
sekalian orang beriman barang siapa di antara kalian murtad dari agamanya, maka
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai
Allah, mereka adalah orang-orang yang lemah lembut kepada sesama orang mukmin
dan sangat kuat -ditakuti- oleh orang-orang kafir. Mereka kaum yang berjihad
dijalan Allah, dan mereka tidak takut terhadap cacian orang yang mencaci-maki”.
(QS. al-Ma’idah: 54)
Dalam
sebuah hadits Shahih diriwayatkan bahwa ketika turun ayat ini, Rasulullah
memberitahukan sambil menepuk pundak sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya
bersabda: “Mereka (kaum tersebut) adalah kaum orang ini!”.
Dari
hadits ini para ulama menyimpulkan bahwa kaum yang dipuji Allah dalam ayat di
atas tidak lain adalah kaum Asy’ariyyah. Karena sahabat Abu Musa al-Asy’ari
adalah moyang dari al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari.
Dalam
penafsiran firman Allah di atas: "Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum
yang Dia cintai dan kaum tersebut mencintai Allah" (QS. Al-Ma’idah: 54)
al-Imam
Mujahid, murid sahabat ‘Abdullah ibn ‘Abbas, berkata: “Mereka adalah kaum dari
negeri Saba’ (Yaman)”. Kemudian al-Hafizh Ibn ‘Asakir dalam Tabyin Kadzib al-Muftari
menambahkan: “Dan orang-orang Asy’ariyyah adalah kaum berasal dari negeri
Saba’” (Tabyin Kadzib al-Muftari Fi Ma Nusiba Ila al-Imam Abi al-Hasan
al-Asy’ari, h. 51).
Penafsiran
ayat di atas bahwa kaum yang dicintai Allah dan mencintai Allah tersebut adalah
kaum Asy’ariyyah, telah dinyatakan pula oleh para ulama terkemuka dari para
ahli hadits lainnya, selain al-Hafizh Ibn ‘Asakir. Namun, lebih dari cukup bagi
kita bahwa hal itu telah dinyatakan oleh al-Imam al-Hafizh Ibn ‘Asakir dalam
kitab Tabyin Kadzib al-Muftari. Beliau adalah seorang ahli hadits terkemuka
(Afdlal al-Muhaditsin) di seluruh daratan Syam (sekarang Siria, Palestina,
Lebanon, Yordania) pada masanya.
Al-Imam
Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah menuliskan:
“Ibn
‘Asakir adalah termasuk orang-orang pilihan dari umat ini, baik dalam ilmunya,
agamanya, maupun dalam hafalannya. Setelah al-Imam ad-Daraquthni tidak ada lagi
orang yang sangat kuat dalam hafalan selain Ibn ‘Asakir. Semua orang sepakat
akan hal ini, baik mereka yang sejalan dengan Ibn ‘Asakir sendiri, atau mereka
yang memusuhinya” (Thabaqat asy-Syafi’iyyah -, j. 3, h. 364).
Lebih
dari pada itu, al-Hafizh Ibn ‘Asakir sendiri dalam kitab Tabyin tersebut telah
mengutip pernyataan para ulama hadits terkemuka (huffazh al-hadits) sebelumnya
yang telah menafsirkan ayat tersebut demikian. Di antaranya adalah seorang ahli
hadits terkemuka yang merupakan pimpinan mereka; al-Imam al-Hafizh Abu Bakar
al-Baihaqi, penulis kitab Sunan al-Baihaqi.
Al-Hafizh
Ibn ‘Asakir dalam Tabyin Kadzib al-Muftari menuliskan pernyataan al-Imam
al-Baihaqi dengan sanad-nya dari Yahya ibn Fadlillah al-‘Umari, dari Makky ibn
‘Allan, berkata: Telah mengkabarkan kepada kami al-Hafizh Abu al-Qasim
ad-Damasyqi, berkata: Telah mengkabarkan kepada kami Syaikh Abu ‘Abdillah
Muhammad ibn al-Fadl al-Furawy, berkata: Telah mengkabarkan kepada kami
al-Hafizh Abu Bakar Ahmad ibn al-Husain ibn ‘Ali al-Baihaqi, berkata:
“Sesungguhnya
sebagian para Imam kaum Asy’ariyyah, (Semoga Allah merahmati mereka),
memberikan pelajaran kepada kami tentang sebuah hadits yang diriwayatkan dari
‘Iyadl al-Asy’ari, bahwa ketika turun firman Allah: (Fa Saufa Ya’tillahu Bi
Qaumin Yuhibbuhum Wa Yuhibbunahu…) QS. Al-Ma’idah: 54, Rasulullah berisyarat
kepada sahabat Abu Musa al-Asy’ari, seraya berkata: “Mereka adalah kaum orang
ini”. Bahwa dalam hadits ini terdapat isyarat akan keutamaan, keagungan dan
derajat kemuliaan bagi al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Karena tidak lain
beliau adalah berasal dari kaum dan keturunan sahabat Abu Musa al-Asy’ari.
Mereka adalah kaum yang diberi karunia ilmu dan pemahaman yang benar. Lebih
khusus lagi mereka adalah kaum yang memiliki kekuatan dalam membela
sunnah-sunnah Rasulullah dan memerangi berbagai macam bid’ah. Mereka memiliki
dalil-dalil yang kuat dalam memerangi bebagai kebatilan dan kesesatan.
Dengan
demikian, pujian dalam ayat di atas terhadap kaum Asy’ariyyah bahwa mereka kaum
yang dicintai Allah dan mencintai Allah, adalah karena telah terbukti bahwa
akidah yang mereka yakini sebagai akidah yang hak, dan bahwa ajaran agama yang
mereka bawa sebagai ajaran yang benar, serta terbukti bahwa mereka adalah kaum
yang memiliki kayakinan yang sangat kuat. Maka siapapun yang di dalam akidah
mengikuti ajaran-ajaran mereka, artinya dalam konsep keyakinan meniadakan
keserupaan bagi Allah dengan segala makhluk-Nya, dan dalam metode memegang
teguh al-Qur’an dan Sunnah, sesuai dan sejalan dengan faham-faham Asy’ariyyah
maka ia berarti termasuk dari golongan mereka” (Tabyin Kadzib al-Mufari, h. 49-50.
Tulisan al-Hafizh Ibn ‘Asakir ini dikutip pula oleh Tajuddin as-Subki dalam
Thabaqat asy-Syafi’iyyah -, j. 3, h. 362-363).
Al-Imam
Tajuddin as-Subki dalam Thabaqat asy-Syafi’iyyah -al-Kubra mengomentari
pernyataan al-Imam al-Baihaqi di atas, beliau berkata sebagai berikut:
“Kita
katakan; (tanpa kita memastikan bahwa ini maksud Rasulullah), bahwa ketika
Rasulullah memukul punggung sahabat Abu Musa al-Asy’ari, sebagaimana dalam
hadits di atas, seakan beliau sudah mengisyaratkan adanya kabar gembira bahwa kelak
akan lahir dari keturunannya yang ke sembilan yaitu al-Imam Abu al-Hasan
al-Asy’ari. Sesungguhnya Rasulullah itu dalam setiap ucapannya terdapat
berbagai isyarat yang tidak dapat dipahami kecuali oleh orang-orang yang
mendapat karunia petunjuk Allah. Dan mereka itu adalah orang yang kuat dalam
ilmu (ar-Rasikhun Fi al-‘Ilm) dan memiliki mata hati yang cerah. Firman Allah:
(Seorang yang oleh Allah tidak dijadikan petunjuk baginya, maka sama sekali ia
tidak akan mendapatkan petunjuk) QS. An-Nur: 40” (Thabaqat asy-Syafi’iyyah -,
j. 3, h. 363).
Al
Hamdulillah, Allah telah mengaruniakan iman dan tauhid yang suci ini kepada
kita dengan mengenal Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah di atas jalan al-Imam Abu
al-Hasan al-Asy’ari.
0 komentar:
Posting Komentar